ADAB (ETIKA) PERANG MENURUT AJARAN ISLAM
ISLAM merupakan agama yang membawa keselamatan. Di mana segala hal yang berkaitan dengan hidup ini semua diatur di dalamnya. Baik itu berada dalam kitab suci Al-Quran, hadits maupun hasil ijtihad dari para ulama.
Bahkan, perang yang kita anggap adalah suatu hal yang mementingkan pembalasan terhadap musuh, dalam Islam juga memiliki adab tersendiri.
Berperilaku baik, lemah lembut terhadap orang asing, memberi kasih sayang kepada orang yang lemah, bersikap toleran terhadap tetangga dan kerabat, selalu dilakukan oleh banyak umat di saat perdamaian. Namun, berinteraksi secara baik saat berperang, bersikap lemah lembut terhadap musuh, memberi kasih sayang pada perempuan, anak serta orang tua, memberi toleran terhadap orang yang dikalahkan, tak semua umat bisa melakukannya. Tak pula setiap panglima perang bersikap seperti itu.
Melihat darah yang dikucurkan, menyebabkannya harus membalas dengan kucuran darah. Kebanyakan musuh dikobarkan oleh api kedengkian dan kemarahan. Gumuruh kemenangan telah memabukkan orang-orang yang menaklukkan, hingga mereka terjerumus dalam berbagai jerat pembersihan etnis (ethnic cleansing) dan balas dendam.
Peristiwa ini merupakan fatwa sejarah yang berlaku hampir di seluruh negara, baik dulu maupun sekarang. Bahkan, itu merupakan sejarah manusia sejak Qabil menumpahkan darah saudaranya Habil, sebagaimana dalam firman Allah SWT, “Ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Qabil berkata, ‘Aku pasti membunuhmu!’ Habil berkata, ‘Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa’,” (QS. Al-Maidah: 27).
Perdamaian merupakan asas dasar dalam Islam. Kalau pun perang itu ada dalam Islam, hal itu lantaran ada sebab dan tujuannya. Islam tidak meninggalkan perang sedemikian rupa tanpa ada ikatan atau undang-undang. Islam meletakkan aturan bagi mereka yang berperang. Karena itu, aturan perang dan adab tidak hanya memperturutkan syahwat hawa nafsu, seperti untuk memerangi kaum tirani dan orang-orang yang memusuhi, bukan memerangi kebebasan dan perdamaian. Di antara teladan unggul dalam berperang menurut adab Islam adalah:
1. DILARANG MEMBUNUH WANITA, ORANG TUA, DAN ANAK-ANAK
Rasulullah SAW memberi wasiat kepada setiap para panglima tentara supaya bertakwa dan melakukan muraqabah (merasa diawasi) oleh Allah agar mereka iltizam (konsisten) dengan adab berperang.
Contohnya, Nabi SAW telah memerintahkan seorang memimpin bala tentara atau batalyon. Beliau memberikan wasiat khusus supaya bertakwa kepada Allah juga kaum muslimin dengan kebaikan. Di antara yang beliau wasiatkan adalah, “Jangan kamu membunuh orang tua.” Abu Dawud meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Jangan membunuh orang yang tua renta, begitu pula dengan bayi, anak kecil dan tidak pula perempuan…”
2. DILARANG MEMBUNUH AHLI IBADAH
Rasulullah SAW jika mengutus tentaranya beliau bersabda, “Jangan membunuh para pendeta.” Di antara wasiat beliau kepada tentara yang berangkat menuju Mu’tah, “Berperanglah atas nama Allah fi sabilillah. Bunuhlah orang yang kafir karena Allah. Berperanglah, tapi jangan melampaui batas. Jangan curang, memotong-motong mayat, membunuh orang tua atau perempuan, juga orang yang telah tua renta, dan pendeta yang mengucilkan diri dalam kuilnya.”
3. DILARANG BERLAKU CURANG
Nabi SAW melepaskan pasukan dengan memberi wasiat kepada mereka, “Jangan kalian berbuat curang.” Muamalah ini tidak hanya berlaku pada sesama saudara Muslim, tapi juga berlaku pada musuh yang menipu mereka, menyamakan di antara mereka, sementara mereka datang untuk memeranginya.
Begitu pentingnya perintah ini di sisi Rasulullah SAW bahwa beliau berlepas diri dari orang yang berbuat curang, meski yang mengerjakan kaum muslimin, meski yang dicurangi itu orang kafir. Nabi SAW dalam masalah ini bersabda, “Siapa yang diberikan jaminan keamanan atas darahnya lantas dibunuh, maka aku berlepas diri dari orang yang membunuh, meski yang dibunuh itu seorang kafir.”
Wasiat Rasul ini begitu menghujam dalam jiwa para sahabat sehingga dikisahkan bahwa Umar bin Khaththab mendengar dalam wilayahnya, salah seorang mujahid berkata kepada salah seorang yang diperanginya dari kalangan orang Persia, “Jangan takut.” Kemudian dia membunuhnya.
Mendengar hal ini lantas Umar menulis surat kepada panglima perangnya, “Telah sampai berita kepadaku bahwa salah seorang di antara kalian diminta memulihkan (orang kafir), sampai dia merasa sakit memuncak di sebuah gunung lalu melarang mengobatinya. Dia berkata kepadanya, ‘Jangan kamu takut.’ Dan ketika dia mendapatinya, dia membunuhnya. Sungguh, aku bersumpah dengan tanganku, jangan sampai ada seorang pun yang berbuat seperti itu melainkan dia akan kupenggal lehernya.” []
4. TIDAK MEMBUAT KERUSAKAN DI MUKA BUMI
PERANG menurut Islam bukanlah perang yang meluluh lantakkan atau membumihanguskan sebagaimana perang-perang yang terjadi di zaman sekarang, yang berlomba-lomba saling membunuh setiap non muslim dan melibas seluruh sisi kehidupan musuh mereka. Bahkan, kaum muslimin benar-benar sangat menjaga dan memelihara bangunan di semua tempat, meski mereka berada di negeri musuhnya.
Demikian itu sangat nyata sebagaimana diucapkan Abu Bakar Ash-Shiddiq saat memberikan wasiat kepada para tentaranya yang hendak berangkat menaklukkan Syam. Wasiatnya sebagai berikut, “Jangan membuat kerusakan di muka bumi.” Suatu wasiat yang meliputi seluruh perintah terpuji, juga dalam satu wasiatnya disebutkan, “Jangan menebang pohon kurma dan membakarnya. Jangan memotong binatang, memotong pohon berbuah, menghancurkan rumah-rumah..”
Ini wasiat jelas dan yang dimaksud larangan membuat kerusakan di muka bumi, supaya jangan samapi panglima tentara itu menyangka bahwa permusuhan terhadap suatu kaum menghalalkan sebagian bentuk tindakan merusak. Sedangkan segala bentuk pengrusakan bertentangan dengan Islam.
5. MEMBERI INFAK KEPADA TAWANAN
Memberi infak kepada para tawanan akan mendapatkan pahala. Demikian itu, karena mereka lemah dan terpisah dari keluarga dan kaumnya, sangat membutuhkan bantuan. Al-Quran menempatkannya sejajar dengan berbuat baik pada anak yatim dan orang-orang miskin.
Saat menyifati seorang mukmin, Allah berfirman, “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yag ditawan,” (QS. Al-Insan: 8).
6. DILARANG MENGERAT MAYAT
Nabi SAW melarang menyayat mayat. Abdullah bin Zaid berkata, Nabi SAW melarang memutilasi dan menyayat mayat (nuhba wa mutslah). Imran bin Hishain mengatakan, Nabi SAW menganjurkan kepada kita untuk memberikan sedekah dan melarang menyayat mayat.
Meskipun sebagaimana peristiwa dalam perang Uhud di mana orang-orang musyrikin menyayat-nyayat Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi SAW tapi beliau tidak mengubah pendiriannya . Bahkan, beliau malah memperingatkan kaum muslimin dengan keras jangan sampai mereka menyayat-nyayat jasad orang yang terbunuh dari kalangan musuh.
Beliau bersabda, “Orang yang paling keras adzabnya pada hari kiamat adalah seorang yang dibunuh oleh Nabi , atau membunuh Nabi, imam yang sesat dan orang yang suka menyayat.” Tak ada satu sumber pun dalam sejarah Rasulullah SAW satu peristiwa yang mengatakan bahwa kaum muslimin menyayat salah seorang di antara musuh yang sudah mati.
Inilah adab berperang bagi kaum muslimin. Itulah yang tidak melampaui batas dalam bermusuhan, dan bersikap adil dalam muamalah, baik dalam peperangan atau pun sesudah berperang.
[Sumber: Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia - Prof. Dr. Raghib As-Sirjani - Penerbit: Pustaka Al-Kautsar]
0 Comments