Copernicus Berfikir mendahului Waktu!
Anda mungkin pernah mendengar tentang Nicolaus Copernicus yang hidup di era Renaisance (zaman kelahiran kembali budaya Romawi-Yunani Eropa pada abad ke 15-16M) pada masa yang sama dengan Colombus, Martin Luther, Calvin, dan Leonardo da Vinci.
Orang-orang besar tersebut dicatat dalam sejarah besar sebagai pelaku perubahan yang memutar balikkan sejarah. Semua orang yang saya sebutkan diatas sungguh menikmati pembaharuan yang mereka ciptakan kecuali Copernicus. Perubahan yang ia lakukan sekarang bisa kita saksikan, jauh mendahului waktunya. Satu-satunya yang membuat ia beruntung adalah buku yang ia tulis, terbit dan sampai ke tangannya beberapa saat sebelum ia meninggal dunia (1543). Itu pun dalam keadaan yang setengah sadar, setelah ia menerima serangan jantung ringan.
Kalau saja buku tersebut terbit lebih awal lagi, mungkin Copernicus mengalami nasib yang sama dengan dua orang penerusnya, yaitu Giordano Bruno yang disiksa dan dibakar hidup-hidup. Atau seperti Galileo Galilei yang dihukum seumur hidup karena dianggap murtad (melawan agama).
SEJARAH PEMIKIR ALAM SEMESTA
Mengapa Copernicus dan kedua pengikut ilmunya mengalami masa-masa yang pahit? Para ahli sejarah menyebutkan bahwa mereka lahir terlalu cepat dari waktunya. Saat itu kekuasaan gereja masih sangat kuat, dan siapa pun yang melahirkan temuan yang bertentangan dengan kepercayaan yang digariskan oleh gereja akan dianggap murtad dan harus dihukum. Harap dicatat bahwa setiap perubahan ada para pengikut yang sangat fanatik dan merasa paling berhak menjaga moral.
Copernicus melakukan penelitian yang didasarkan kaidah-kaidah ilmiah. Selama bertahun-tahun, dari atap sebuah gereja ia melakukan observasi terhadap alam semesta dengan alat sederhana. Ia melakukan perhitungan matematika secara cermat sampai akhirnya ia menyimpulkan kepercayaan yang dianut publik masa itu kurang tepat. Selam bertahun-tahun publik gereja menganut kepercayaan yang dinyatakan oleh filsuf Mesir, Claudius Ptolemaeus yang mengatakan bahwa bumi ini tetap, tidak berputar dan terletak di pusat tata surya. Paradigma lama mencerminkan ego manusia dan diperkuat oleh agamawan sampai abad pertengahan. Sebab menurut kitab suci, manusialah puncak penciptaan Sang Pencipta. Dan penciptaan itu adanya di bumi.
Copernicus tidak menentang pandangan gereja. Ia hanya menemukan pusat alam semesta itu bukan bumi melainkan matahari. Jadi bukan matahari yang mengitari bumi, melainkan sebaliknya. Para agamawanlah yang menyimpulkan sendiri bahwa, Copernicus mengatakan “kalau begitu, ada makhluk hidup di planet lain“, sehingga pusat penciptaan itu bukan di sini. Sebab bumi hanya merupakan salah satu planet dalam tata surya ini. Copernicus tahu kemungkinan-kemungkinan itu, maka ia sangat berhati-hati. Bahkan ia memilih mendiamkan temuan-temuan itu berada dalam perpustakaan pribadinya. Ia sangat perfeksionis dan selalu merasa karyanya belum sempurna.
Tapi suatu ketika ia kedatangan tamu, seorang anak muda, pemikir asal Jerman berusia 25 tahun, Georg Joachim Rheticus yang ingin berguru tentang matematika kepadanya. Setelah disimpan selama lebih dari 30 tahun, akhirnya Copernicus mengizinkan manuskrip ilmiahnya dibawa ke Jerman untuk di terbitkan di sana. Sayangnya, tak lama setelah ia kembali ke Jerman, Rheticus mendapat tugas baru di Leipzig, sehingga naskah itu diolah oleh penggantinya, Andreas Osiander. Andreas Osiander yang tidak begitu mengenal Copernicus merasa cemas membaca naskah imiah itu. Ia beranggapan studi ini terlalu radikal dan berbahaya. Maka tanpa seizin pemiliknya, Osiander membongkar dan memanipulasi Bab 1 dan mengatakan studi ini seakan-akan fiksi belaka. Tapi meski demikian kebohongan Osiander dengan cepat terungkap. Copernicus sempat membacanya dengan kecewa.
Namun reaksi keras di luaran beredar dengan cepat. Tak kurang dari reformer-reformer gereja seperti Calvin, Martin Luther mencibir sinis buku ini. Mereka menertawakan “Bagaimana mungkin bumi berputar? Jika iya demikian, semua yang ada di udara pasti akan tertinggal di belakang kita!” ujarnya.
Kelak, kekhawatiran ini dijawab oleh Isaac Newton dengan penjelasan gaya tarik bumi (gravitasi). Pandangan-pandangan dan opini-opini mereka yang disampaikan secara terbuka itu cukup mengganggu. Kekerasan pun bermunculan. Beruntung Copernicus segera menemui ajalnya. Beberapa dokumen yang masih tersisa sampai abad ini menyebutkan, kantor penerbit yang mencetak buku “The Revolutionibus Orbius Coelestium” dihadang para mahasiswa yang menentangnya, bahkan diancam akan dirusak oleh massa. Bahkan di beberapa kota, muncul pagelaran-pagelaran teatrikal yang menggambarkan Copernicus sebagai jelmaan setan yang harus dilawan.
Pemberangusan terhadap karya ini akhirnya dilengkapi dengan dimasukannya buku ini sebagai bagian indeks buku terlarang oleh gereja pada tahun 1616. Dengan begitu siapapun yang membelanya akan menghadapai tantangan yang sangat serius. Itulah yang dialami oleh Bruno yang menemukan bahwa bumi ternyata benar berputar. Bruno kemudian disiksa dan dibakar hidup-hidup!
Galileo yang memakai teleskop untuk menunjukan kebenaran ilmiah Copernicus juga dihukum sumur hidup. Hidup mereka di zaman peralihan benar-benar penuh pengorbanan.
Zaman sedikit berubah di era Tycho Brahe dan muridnya Johannes Kepler atau Isaac Newton yang hidup 200 tahun kemudian. Karya-karya mereka diterima tanpa resistensi sama sekali, bahkan mereka diberi gelar kehormatan dan disebut genius. Semua itu perlahan-lahan mendorong gereja pada abad pertengahan menerima Pembaharuan yang dilakukan oleh Copernicus pada tahun 1500-an.
Butuh waktu sekitar 350 tahun bagi gereja untuk akhirnya mencabut larangan membaca karya Copernicus, yakni pada tahun 1835. Cerita ini mengisahkan ada bakat-bakat dan keberanian tertentu seperti Copernicus yang berpikir mendahului waktu. Dan dunia berubah pun bukan dimulai oleh banyak orang, tetapi dari sedikit orang-orang pilihan yang memiliki keterampilan dan keberanian yang luar biasa. Gagasan-gagasan mereka tidak akan pernah mati, sepanjang hal itu logis disampaikan dengan penjelasan yang sederhana dan mudah dimengerti.
Einstein yang cerdas itu mampu menjelaskan teorinya hanya dengan rumus sederhana E=mC2. Sigmund Freud merumuskan pribadi manusia terdiri atas id, ego dan super ego. Copernicus pun hanya menjelaskan dua hal yaitu: Bumi berputar, dan ia berputar mengelilingi matahari.
Terkadang banyak saya temui orang-orang yang sok pintar dan birokratis banget sehingga membuat kalimat sederhana untuk menjelaskan sesuatu yang sederhana saja sepertinya sangat sulit bagi mereka, dan keduanya memiliki ketakutan yang sama yaitu: takut diartikan terlalu sederhana dan dianggap “tidak cerdas”.
[Disadur dan diolah dari buku Re-Code your change DNA karya Prof. Rheinald Kasali | 00.50 Muelheim ad Ruhr | 8th Sept 2011 | Dari keheningan dan kedamaian Lembah sungai Ruhr | Bayu van Adam]
0 Comments