Belajar dari Yohanes Pembaptis,
MUHAMMAD DALAM PERJANJIAN BARU
Menurut penuturan dari empat penginjil, Yohanes Pembaptis adalah sepupu yang sebaya dengan Yesus. Usianya hanya terpaut sekitar 6 bulan lebih tua dari Yesus. Al-Qur’a tidak menyebutkan apa-apa tentang kehidupan dan karya nabi ini kecuali bahwa Tuhan melalui para malaikat-Nya memberitahukan ayahnya, Zakaria, bahwa ia akan mendapatkan seorang anak lelaki bernama Yahya, yang akan memberikan kesaksian terhadap firman Allah, dan bahwa ia akan menjadi orang yang terhormat, suci dan merupakan salahseorang nabi yang terpuji.
Tidak ada yang diketahui tentang kelahirannya selain bahwa ia adalah orang Nazaret yang hidup di padang gurun, makan belalang dan madu liar, menutupi tubuhnya dengan pakaian terbuat dari bulu unta yang diikat dengan korset kulit. Ia diyakini sebagai salah satu sekte keagamaan Yahudi awal yang disebut “Essenes”, yang melahirkan kaum “Ibionit” kristen awal dengan ciri utamanya adalah meninggalkan kesenangan duniawi.
Sebenarnya, istilah Qur’ani mengenai nabi pertapa ini –“hashura” yang artinya “suci” dalam arti kata –menunjukkan bahwa ia menjalani kehidupan membujang dalam kesucian, kemiskinan, dan kesalehan. Ia tidak dinilai dari masa mudanya yang awal sampai menjadi dewasa usia 30 tahun atau lebih, ketika ia memilai misi mengajarkan pertobatan dan membaptis para pendosa yang bertobat dengan air.
Banyak sekali yang tertarik kepada padang gurun Yudea untuk mendengarkan khotbah-khotbah yang berapi-api dari sang nabi baru. Dan kaum Yahudi yang bertobat dibaptis dalam air sungai Yordan. Ia mencerca kaum Pharisee yang berpendidikan namun fanatik dan para pendeta dan mengancam kaum Saduqee (Saducee) yang terpelajar namun rasionalis dengan balasan yang kelak akan menimpa mereka. Ia menyatakan bahwa ia membaptis mereka dengan air hanya sebagai tanda penyucian hati lewat penebusan dosa. Ia mengabarkan bahwa akan datang setelah dirinya nabi lain yang akan membaptis mereka dengan roh kdudus dan api, yang akan mengumpulkan gandum kedalam lumbung-lumbung dan membakarnya dengan api yang tak terpadamkan. Selanjutnya ia menyatakan bahwa orang yang akan datang kemudian itu jauh lebih kuat darinya dalam segi kekuatan dan martabat sehingga Yohanes Pembaptis mengaku tidak layak baginya untuk membungkuk untuk membukakan ikatan dan melepaskan sepatunya.
Pada salah satu pelaksanaan pembaptisan yang agung inilah Yesus dari Nazaret juga masuk kedalam air Sungai Yordan dan dibaptis oleh nabi Yahya seperti lainnya. Markus (1:9) dan Lukas (3:21) yang melaporkan pembaptisan Yesus oleh Yohanes ini tidak tahu ucapan-ucapan Yohanes mengenai hal ini seperti disebut dalam Matius (3) dimana dinyatakan bahwa Yohanes berkata kepada Yesus, “Akulah yang dibaptis oleh mu, dan apakah engkau akan datang kepadaku?” Dilaporkan juga bahwa Yesus menjawab :”Marilah kita memenuhi kebenaran”, dan kemudian ia membaptisnya. Injil sinoptik itu menyatakan bahwa roh kenabian turun kepada Yesus dalam bentuk seekor merpati ketika ia keluar dari air, dan terdenfar suara yang mengatakan, “Inilah anakku yang terkasih, aku rido kepadanya”.
Injil keempat tidak mengatakan apapun tentang Yesus yang dubaptis oleh Yohanes, tetapi mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis, ketika ia melihat Yesus, berseru,”Lihatlah domba Tuhan…” (Yohanes 1:36) menganggap bahwa Andreas adalah murid Yohanes Pembaptis, dan setelah meninggalkan gurunya kemudian membahwa saudaranya, Simon kepada Yesus (Yohanes pasal 1). Cerita ini kontradiksi sekali dengan pernyataan-pernyataan para penginjil-penginjil lainnya seperti Matius 4:18-19 dan Markus 1:16-18.
Dalam Injil Lukas, kisah diatas berbeda sama sekali. Di sini Yesus mengenal Simon Petrus sebelum ia dijadikan murid (Lukas pasal 4) dan keadaan yang menyebabkan sang guru memasukkan anak-anak Yonah dan Zebedee dalam daftar muridnya adalah sama sekali asing bagi para penginjil lainnya (Lukas 4:1-11).
Keempat Injil Gereja trinitas mengandung banyak pernyataan yang kontradiksi tentang hubungan keluarga antara dua nabi sepupuan. Dalam Injil keempat kita membaca bahwa Yohanes Pembaptis tidak mengetahui siapakah itu Yesus sampai setelah pembaptisannya, ketika sebuah roh seperti seekor burung merpati turun dan berdiam dalam dirinya (Yohanes pasal 1:31-32). Tetapi justru Injil Lukas mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis ketika masih berada dalam rahim ibunya, mengetahui dan memuja Yesus yang juga sebagai janin yang lebih muda didalam rahim Maria (Lukas 1:44). Kemudian lagi-lagi dikatakan bahwa Yohanes Pembaptis ketika berada dalam penjara dimana ia dipenggal kepalanya (Matius pasal 11 dan pasal 14), tidak mengetahui sifat sesungguhnya dari misi Yesus!
Ada indikasi misterius yang tersembunyi dalam pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para pendeta dan kaum Lewi kepada Yohanes Pembaptis . Mereka bertanya kepada Yohanes Pembaptis
“… ketika orang Yahudi dari Yerusalem mengutus beberapa imam dan orang-orang Lewi kepadanya untuk menanyakan dia: "Siapakah engkau?" Ia mengaku dan tidak berdusta, katanya: "Aku bukan Mesias." Lalu mereka bertanya kepadanya: "Kalau begitu, siapakah engkau? Elia?" Dan ia menjawab: "Bukan!" "Engkaukah nabi yang akan datang?" Dan ia menjawab: "Bukan!" (Yohanes 1:19-21).
Selanjutnya para pendeta dan kaum Lewi berkata: "…Mengapakah engkau membaptis, jika engkau bukan Mesias, bukan Elia, dan bukan nabi itu?" (Yohanes 1:25)
Oleh karena itu, akan diketahui bahwa, menurut Injil keempat, Yohanes bukan Mesias, bukan Elia, dan bukan pula “nabi itu” . Dan saya mengajukan pertanyaan kepada Gereja-gereja Kristen yang percaya bahwa sumber insipirasi dari semua pernyataan-pernyataan yang kontradiksi adalah Holy Ghost –salah satu tuhan dari tiga tuhan dalam Trinitas- yang dimaksudkan oleh para pendeta Yahudi, apakah Paus dan patriarch tahu siapakah “nabi yang akan datang itu”? Jika tidak, lalu apa manfaat duniawi dari Injil palsu yang telah ditambah-tambah ini? Sebaliknya, jika Anda memang tahu siapa “nabi yang akan datang”, lantas mengapa Anda terus saja diam?
Dalam kutipan diatas (Yohanes pasal 1) dengan jelas dinyatakan bahwa Yohanes bukanlah seorang nabi. Sedangkan kontradiksi dengan pernyataan Yohanes, Yesus dilaporakan telah berkata bahwa tidak ada manusia yang dilahirkan perempuan lebih besar daripada Yohanes (Matius 11:11). Benarkah Yesus membuat pernyataan kontradiksi itu? Apakah Yohanes lebih besar daripada Ibrahim, Musa, Daud, bahkan Yesus sendiri? Dan dalam hal apa keunggulan dan kebesarannya ?
Seandainya kesaksian Yesus tentang Yohanes adalah otentik dan benar, maka kebesaran Yohanes sang “pemakan belalang dipadang gurun” hanyalah terletak pada pembuangan dirinya secara mutlak. Pengorbanan kepentingan diri dan menahan diri dari kepentingan duniawi, keinginannya yang berapi-api untuk mengajak manusia kepada penebusan dosa, dan kabar baiknya tentang “nabi itu ”?
Atau apakah kebesarannya karena sebagai sepupu, sebaya dengan saksi Yesus? Nilai dan kehebatan seorang manusia dan juga seorang nabi dapat ditentukan dan dinilai dari karyanya. Kita sama sekali tidak tahu jumlah orang yang berubah keyakinan melalui khotbah-khotbah dan disucikan lewat pembaptisan Yohanes. Juga tidak mengetahui tentang efek pembaptisan Yohanes terhadap perubahan sikap bangsa Yahudi yang bertobat!
Konon Yesus telah mengatakan bahwa Yohanes adalah reinkarnasi nabi Elia (Matius 11:4 ; Matius 17:12; Lukas 1:17), padahal dengan jelas Yohanes mengatakan bahwa dia bukan Elia, bukan Kristus, dan bukan pula nabi itu (Yohanes 1:19-21).
Sekarang, apakah dapat dipercaya Injil-Injil yang penuh pernyataan bertentangan yang saling menentang dan menyangkal ini, seseorang menarik kesimpulan dengan benar? Atau dapatkah ia menemukan kebenaran? Tanggung jawab ini sangat penting dan serius, karena orang-orang yang bersangkutan bukanlah manusia biasa seperti kita, melainkan dua orang nabi yang diciptakan dalam rahim melalui roh dan lahir secara ajaib –yang satu tidak punya bapak, sedangkan orang tua yang satu lagi merupakan pasangan lanjut usia yang mandul.
Daya tarik tanggung jawab ini bahkan lebih gawat lagi ketika kita memperhatikan dokumen-dokemen berisi penyataan-pernyataan kontradiktif ini. Periwayatnya adalah para penginjil, orang-orang yang dikatakan menerima ilham dari Roh Kudus, dan catatannya diyakini Kristen sebagai wahyu Tuhan!
Namun ada kebohongan, pernyataan palsu, atau dusta dalam Bibel atau Injil yang dipegang umat Kristen saat ini. Kedatangan Elia adalah sebelum “nabi itu” (Maleakhi 4:5-6). Yesus berkata:”Yohanes adalah Elia”. Yohanes berkata:”Aku bukan Elia”. Dan kitab suci Kristen lah yang membuat pernyataan saling menyangkal ini!
Benar-benar mustahil menemukan kebenaran dari Injil-Injil ini, kalau Injil-Injil tersebut tidak dibaca dan diperiksa dari sudut pandang Islam dan Ahlul Tauhid. Hanya setelah itu lah kebenaran dapat dipisahkan dari kepalsuan. Hanya semangat dan keyakinan Islam yang dapat menyerang Bible (alkitab) dan membuang dedak dan kesalahan-kesalahan dari halaman-halamannya.
Sebelum meneruskan lebih jauh dengan menunjukkan bahwa nabi yang diramal oleh Yohanes Pembaptis adalah nabi Muhammad, saya harus menarik perhatian pembaca yang serius kepada satu atau dua hal penting lainnya:
Pertama, bisa dikatakan bahwa umat Muslim memberikan penghormatan yang paling tinggi kepada semua nabi, terutama kepada para nabi yang namanya disebut dalam Al-Qur’an seperti Yohanes (Yahya) dan Yesus (Isa). Namun karena kita tidak memiliki alkitab yang asli, konsekuensinya kita tidak dapat membayangkan kemungkinan bahwa salah satu dari dua hamba Allah yang agung ini saling bertentangan.
Soal penting lainnya yang harus diketahui adalah diamnya Injil Barnabas tentang Yohanes Pembaptis, dan ini adalah sangat penting. Injil ini, yang tidak pernah menyebutkan nama Yohanes, menisbahkan ramalannya tentang “nabi yang lebih kuat” sebagai ucapan yang keluar dari mulut Yesus. Didalam Injil Barnabas, Yesus ketika berbicara tentang roh Muhammad yang telah diciptakan sebelum roh-roh nabi lainnya, mengatakan bahwa saking mulianya Muhammad sampai-sampai ketika ia datang, Yesus merasa dirinya tidak pantas untuk berlutut dan membuka tali-tali sepatunya (Barnabas 42:3).
Sang “penyeru” di padang gurun dalam khotbah-khotbahnya kepada khalayak ramai, biasa berseru dengan keras dan berkata, “Aku membaptismu dengan air untuk pertobatan dan pengampuanan dosa-dosa. Namun ada orang yang akan datang setelah ku lebih yang lebih kuat dariku, yang mana untuk membuka tali-tali sepatunya pun aku tidak pantas. Ia akan membaptismu dengan roh dan api”. Kata-kata ini secara berbeda dilaporkan oleh para penginjil, namun semua menunjukkan arti yang sama yaitu respek dan perhatian yang paling tinggi terhadap kepribadian yang mengagumkan dan martabat yang penuh keagungan untuk seorang “nabi yang kuat” yang diramalkan. Kata-kata Yohanes Pembaptis ini sangat deskriptif tentang keramahan dan sikap hormat gaya timur yang diberikan kepada tamu yang bermartabat. Begitu sang tamu melangkah masuk, sang tuan rumah atau salah seorang anggota keluarga buru-buru melepaskan sepatunya, dan mengantarnya ke bangku atau alas duduk. Ketika sang tamu pamit maka perbuatan hormat yang sama diulanginya. Ia dibantu mengenakan sepatunya dengan cara diikat sepatunya oleh tuan rumah.
Yang dimaksud oleh Yohanes Pembaptis adalah bahwa jika ia menemui nabi yang bermartabat itu maka ia pasti menganggap dirinya tidak patut mendapat kehormatan untuk membungkuk guna membuka tali sepatunya. Dari penghormatan ini yang diberikan sebelumnya oleh Yohanes Pembaptis, ada satu hal pasti: Bahwa nabi yang diramalkan itu dikenal oleh semua nabi sebagai Adon (tuan) mereka, karena kalau tidak maka Yohanes pun tidak akan melakukan pengakuan yang sangat rendah hati seperti itu.
Kini kita masih harus menentukan identitas dari “nabi itu”. Oleh karena itu, artikel ini harus dibagi kedalam dua bagian, yakni:
i. Nabi yang diramalkan itu bukan Yesus, dan
ii. Nabi yang diramalkan itu adalah Muhammad.
Semua orang tahu bahwa gereja-gereja Kristen selalu menganggap Yohanes Pembaptis sebagai bawahan Yesus, dan pembawa berita tentang kedatangannya. Semua juru tafsir Kristen menunjukkan Yesus sebagai objek penyaksian dari nubuat Yohanes.
Meskipun bahasa para penginjil telah diselewengkan oleh orang-orang yang melakukan penambahan atau penyisipan ke arah itu, namun kecurangan atau kesalahan tidak selamanya dapat lepas dari sorotan mata yang tajam seorang kritikus dan pemeriksa yang objektif. Yesus tidak dapat menjadi objek penyaksian Yohanes karena:
1. Kata depan “setelah” dengan jelas mengecualikan Yesus dari nabi yang diramalkan. Mereka berdua sezaman dan lahir di tahun yang sama. “Dia yang datang setelahku” kata Yohanes, “Lebih kuat dariku”. Kata “setelah” ini mengindikasikan masa yang akan datang pada suatu jarak yang tak terbatas, dan dalam bahasa profetis hal itu mengungkapkan satu siklus waktu atau lebih.
Kaum Sufi dan orang-orang yang menjalani kehidupan spiritual dan pertapaan sangat mengetahui bahwa pada setiap siklus yang dianggap sebagai sama dengan lima atau enam abad, muncul seorang tokoh besar yang terkenal yang dikelilingi oleh beberapa “satelit” yang terlihat dibelahan dunia yang berbeda-beda, dan memperkenalkan gerakan-gerakan keagamaan dan sosial yang hebat yang berlangsung selama beberapa generasi sampai muncul nabi yang bersinar lainnya, disertai oleh banyak murid dan sahabat, membawa pembaruan dan pencerahan yang luar biasa.
Sejarah agama yang benar, mulai dari Ibrahim sampai Muhammad, karenanya dihiasi dengan berbagai peristiwa yang membuka zaman baru dibawah Ibrahim, Musa, Daud, Zorobabel, Yesus, dan Muhammad. Masing-masing zaman ini ditandai dengan hal-hal khusus, dan membuat suatu kemajuan lalu berangsur hilang dan membusuk hingga tokoh terkenal lainnya tampil, dan terus begitu sampai lahirnya Yohanes, Yesus, dan rasul-rasul “satelit”.
Yohanes mendapati bangsanya sudah bekerja keras dibawah penindasan Romawi. Ia menyaksikan kaum Yahudi yang bodoh disesatkan oleh kependetaan yang korup dan arogan. Kitab-kitab suci yang diselewengkan dan digantikan oleh literatur peninggalan leluhur yang takhayul. Ia menemukan bahwa kaum itu telah kehilangan semua harapan akan penyelamatan, kecuali kalau Ibrahim menyelamatkan mereka.
Yohanes mengatakan kepada mereka bahwa Ibrahim tidak menghendaki mereka menjadi anak-anakny, karena mereka tidak patut memiliki bapak seperti itu. Tetapi “Allah dapat menghidupkan anak-anak Ibrahim dari batu-batu” (Matius 3:9). Kemudian mereka memiliki sedikit harapan pada seorang mesias, seorang yang mereka anggap keturunan Daud, akan datang dan mengembalikan kejayaan mereka di Yerusalem.
Kini ketika perutusan kaum Yahudi dari Yerusalem bertanya,”Apakah engkau Mesias?” dengan jengkel ia menjawab, “Tidak” terhadap pertanyaan ini dan juga tentang pertanyaan mereka berikutnya. Tuhan sendiri tahu apa omelan dan teguran yang mereka dengar dari ucapan-ucapan pedas nabi dari padang gurun itu yang secara hati-hati tidak dibiatkan muncul dalam tulisan oleh Gereja dan Sinagog.
Dengan mengesampingkan pernyataan-pernyataan yang berlebihan, yang jelas-jelas telah ditambahkan pada Injil. Kami sepenuhnya percaya bahwa Yohanes memperkenalkan Yesus kepada Mesias sejati dan menasehati kepada khalayak ramai agar menaatinya serta mengikuti perintah-perintahnya. Tetapi, dengan jelas ia mengatakan kepada kaumnya bahwa ada seorang nabi lain, dan yang terakhir, yang saking agungnya dan bermartabatnya dihadapan Allah, membuat Yohanes tidak pantas membuka tali sepatunya.
2. Tidak mungkin Yesus sebagaimana yang dimaksudkan oleh Yohanes. Karena seandainya demikian halnya, maka ia akan sudah mengikuti Yesus dan tunduk padanya seperti murid-murid Yesus lainnya. Tetapi kenyataannya adalah kita menemukan Yohanes berkhotbah, membaptis, menerima calon anggota dan murid, menghukum Raja Herod, mencaci hierarki kaum Yahudi, dan meramalkan kedatangan Nabi lain yang “lebih kuat” dari dirinya, tanpa sedikitpun Yohanes memperhatikan kehadiran Yesus di Yudea atau Galilea.
3. Meskipun gereja-gereja Kristen telah menjadikan Yesus sebagai salah satu Tuhan atau anak dari salah satu Tuhan. Fakta bahwa ia dikhitab seperti semua orang Israel dan dibaptis oleh Yohanes seperti kaum Yahudi biasa, membuktikan bahwa yang terjadi adalah hal sebaliknya.
Kata-kata yang dipertukarkan antara Yohanes Pembaptis dan yang dibaptis di Sungai Yordan, nampak sekali sebagai sebuah penyisipan, karena keduanya kontradiksi dan bersifat saling memperdayakan.
Seandainya Yesus lebih kuat, sebagaimana yang diramalkan oleh Yohanes sehingga membukakan tali sepatupun maka Yohanes tak layak, dan bahwa ia akan membaptis dengan roh dan api. Maka tidak perlu dan juga tidak ada guna apa pun untuk membaptis dia disungai oleh mereka yang lebih rendah darinya seperti kaum Yahudi biasa yang bertobat! Ungkapan Yesus, “Kita harus memenuhi semua keadilan” sangatlah tidak dapat dimengerti. Mengapa dan Bagaimana semua keadilan akan dijalankan oleh mereka jika Yesus dibaptis? Ungkapan ini sama sekali tidak dapat dipahami. Ungkapan itu adalah sisipan, atau kalau tidak, kalimat yang sengaja dipotong.
Inilah contoh lain yang harus dipecahkan dan ditafsirkan dengan spirit Islam. Dari sudut pandang seorang Muslim, satu-satunya pengertian dalam ungkapan Yesus ini adalah bahwa Yohanes, lewat penglihatan seorang peramal atau “sophi”, merasakan watak kenabian dari Yesus dan menganggap Yesus untuk sementara sebagai nabiNya yang terakhir dan yang paling agung, sehingga konsekuensinya segan untuk membaptisnya, dan bahwa hanya ketika Yesus mengakui identitas dirinyalah baru Yohanes setuju untuk membaptisnya.
4. Fakta bahwa Yohanes ketika berada dalam penjara mengutus para muridnya kepada Yesus, dengan bertanya, “Apakah engkau nabi yang akan datang, atau haruskah kami mengharapkan nabi yang lain?” dengan jelas menunjukkan bahwa Yohanes tidak mengetahui karunia kenabian pada Yesus sampai ia mendengar – ketika dalam penjara – tentang mukjizat-mukjizatnya.
Kesaksian Matius (11:3) bertentangan dan membatalkan kesaksian Injil keempat (Yohanes pasal 1), dimana dinyatakan bahwa ketika Yohanes melihat Yesus, maka Yohanes berseru,”Lihatlah domba Tuhan yang memikul dosa dunia”! Penginjil ke empat tidak tahu apa-apa tentang kematian Yohanes secara kejam (Matius pasal 14 dan Markus pasal 6).
Dari sudut keyakinan Ahlultauhid Muslim, adalah suatu kemustahilan seorang nabi mengucapkan hal-hal yang berbau musyrik seperti itu kepada Yesus. Jika Yesus adalah “domba Tuhan” yang menebus dosa dunia, maka khotbah Yohanes akan menggelikan dan tidak berarti. Lagi pula, Yohanes lebih mengetahui dari siapa pun bahwa kata-kata seperti itu yang keluar dari mulutnya akan menyebabkan –sebagaimana yang telah terjadi sekarang- kesalahan yang tidak dapat diperbaiki yang sepenuhnya akan menjelekkan dan merusak gereja.
Akar kesalahan yang telah mengotori agama kristen itu harus dicari dan ditemukan dalam usaha “pengorbanan orang lain” yang pandir ini! Sudahkah sang “Domba Tuhan” (Yesus) menghilangkan dosa dunia? Halaman-halaman gelap “sejarah Eklesiastikal” dari setiap gereja yang bermusuhan dan “bid’ah” akan menjawab dengan kata “Tidak!” yang besar. “Domba-domba” dalam kotak-kotak pengakuan dapat menceritakan kepada Anda dengan rintihan-rintihan mereka bahwa beratnya aneka warna dosa yang sangat besar dibebankan diatas pundak-pundak mereka bahwa masih ada dosa-dosa, pembunuhan, pencurian, mabuk-mabukan, perzinaan, perang, penindasan, perampokan, dan ketamakan yang pernah puas.
5. Yohanes Pembaptis tidak mungkin sebagai perintis jalan bagi Yesus dalam pengertian sebagaimana Gereja menafsirkan misinya. Ia diperkenalkan kepada kita oleh kitab-kitab Injil sebagai “suara yang berseru keras di padang gurun”, sebagai pemenuhan nubuat Yesaya (40:3) dan sebagai pengabar Yesus atas wewenang nabi Maleakhi (Maleakhi 3:1).
Menegaskan bahwa misi atau tugas Yohanes Pembaptis adalah mempersiapkan jalan dan Yesus dalam kapasitasnya sebagai penakluk yang jaya yang datang “tiba-tiba ke baitnya” dan disana menegakkan agama “Syalom” dan menjadikan Yerusalem beserta baitnya lebih megah daripada sebelumnya (Hagai 2:6-9), berarti mengakui kegagalan mutlak dari seluruh usaha.
Namun demikian, satu hal sama besarnya dengan 2+2=4 –bahwa keseluruhan proyek, menurut pandangan yang berlebihan dari umat Kristen, menunjukkan kegagalan total. Karena, dari sudut apapun kita mengkaji segala interpretasi gereja, kegagalan nampak jelas sekali. Bukannya menyambut Sang pangeran di gerbang bait Yerusalem dengan mengenakan mahkota ditengah-tengah sambutan kegembiraan bangsa Yahudi. Justru “Sang Perintis” yakni Yohanes malahan menyambut Yesus dengan bertelanjang kaki ditengah Sungai Yordan, dan kemudian memperkenalkannya, setelah membenamkan atau mencelupkan gurunya ke dalam air, kepada khalayak dengan berkata, “Lihatlah ini adalah sang Mesias” atau “Ini adalah Anak Tuhan” atau ditempat lain “Lihatlah Domba Tuhan” sama dengan benar-benar menghina orang-orang Israel atau, kalau tidak, melecehkan, atau semata-mata mengejek Yesus dan juga membuat dirinya tidak wajar.
[Sumber: "Menguak Misteri Muhammad SAW", Benjamin Keldani, Sahara Publisher, Edisi Khusus Cetakan kesebelas Mei 2006]
0 Comments